ProBall Football – Soccer School Jakarta, Football For All ! seruan ini bukan slogan belaka, karena nyatanya olahraga terpopuler sejagat raya ini mestinya bisa terbuka untuk siapapun. Citra maskulin dari olahraga sepakbola tidak hanya harus diidentikkan dengan olahraga laki-laki saja, nyatanya Perempuan juga bisa terlibat dalam dunia sepak bola. Tidak hanya sebagai supporter tapi juga bisa dalam segala aspek, mulai dari jadi pemain, pelatih, hingga jajaran pemimpin dunia sepak bola.
Sudah banyak negara yang mulai memberikan ruang-ruang berekspresi untuk perempuan dalam sepakbola, dan nyatanya tidak sedikit klub maupun Tim Nasional Perempuan menjawab kesempatan yang diberikan dengan menyumbangkan prestasi. Contohnya Timnas Perempuan Jepang yang pernah menjadi Juara Dunia 2011 sekaligus menjadikan tim Asia pertama yang menjadi juara dunia. Mereka juga menjadi tim yang dianggap terkuat saat ini. Gelaran liga-liga Sepakbola perempuan bergengsi Eropa sampai Asia kini juga semakin menyita perhatian pencinta sepakbola.
Di Indonesia sendiri, sepakbola perempuan terus berkembang walau dalam keterbatasan dan dukungan yang belum maksimal, namun pesepakbola putri Indonesia terus memperjuangkan mimpinya bahkan kini beberapa pemain sepakbola putri Indonesia mulai menembus liga-liga Eropa, seperti Shalika Aurelia yang kini bergabung bersama tim Italia Roma Calcio Femminile, Serta Zahra Musdalifah yang kini bermain di Inggris bersama South Shield dan bahkan mencetak gol dalam debutnya melawan Sunderland. Fakta ini menunjukkan bahwa jika perempuan diberikan kesempatan untuk berdaya khususnya di dunia Sepakbola, maka mereka juga bisa mencapai potensi terbaiknya.
Walau mungkin sampai saat ini masih saja terdengar opini-opini merugikan yang mendiskriminasi perempuan dalam dunia sepakbola dan mungkin di Indonesia sendiri masih saja terdengar anggapan bahwa sepakbola kadung identik dengan maskulinitas, yang akhirnya memunculkan persepsi yang menimbulkan bias gender, nah inilah yang menjadi salah satu akar permasalahan yang paling kuat sampai saat ini yaitu stereotip gender yang salah kaprah.
Stereotip bahwa segala yang maskulin itu laki-laki dan feminim itu akan dilekatkan untuk Perempuan, yang kandung dibentuk dan diwariskan sejak lama bahkan sampai saat ini. Perkembangan stereotip gender macam itu tak bisa dilepaskan dari budaya patriarki dimana maskulinitas dianggap sebagai wujud inferioritas laki-laki atas perempuan. Dalam budaya patriarki, kerja-kerja yang melibatkan otot selalu dikerjakan oleh laki-laki sementara perempuan idealnya mengurus ranah domestik atau rumah tangga. Padahal peran-peran Gender itu sifatnya cair dan bisa dilakukan dan dilatih oleh siapapun. Streotip usang ini Bukan hanya mendiskriminasi, tapi juga jahat, karena secara tidak langsung melarang perempuan untuk mendapatkan tubuh sehat lewat olahraga.
Selain itu jika kita masih beranggapan bahwa sepakbola perempuan belum semapan sepakbola laki-laki maka sudah saatnya kita lihat lebih jauh tentang porsi pemberitaan media yang timpang antara sepakbola laki-laki dan perempuan serta miskonsepsi sesat berujung eksploitasi seksualitas yang kerap merugikan bagi pergerakan sepakbola perempuan, dimana masih ada saja media yang berlomba memproduksi konten yang lebih berfokus pada penampilan fisik pesepakbola perempuan saja dibandingkan prestasi dan poin-poin yang bisa menginspirasi. Hal ini sudah mesti dilihangkan segera agar dapat tercipta lingkungan sepakbola yang ramah untuk perempuan.
Walau masih banyak tantangan yang masih harus dihadapi, namun dengan kepercayaan diri dan dukungan dari komunitas, klub usia dini, serta pemerintah, bukan tidak mungkin bahwa profesi atlet sepak bola perempuan semakin bertumbuh dengan menorehkan berbagai prestasi.
Ayo mulai petualangan sepakbolamu sekarang, karena Sepakbola Untuk Semua.