Sepakbola, olahraga yang sangat populer dan digemari oleh seluruh orang di seluruh belah dunia ini. Tahukah anda, jauh sebelum sepakbola menjadi olahraga yang sangat populer seperti saat ini, pada abad ke 18 di Inggris Raya, kaum kelas pekerjalah yang membangun pondasi awal sepakbola. Seiring perkembangannya saat itu, sepak bola telah melekat dan menjadi simbol sebagai olahraganya working class, para buruh, yang bekerja di sektor industri. Bukan hanya suporter, tapi juga klub, wasit, bahkan para pemain, semua berasal dari satu identitas yang sama, yaitu kelas pekerja.
Sepakbola dan waktu era revolusi industri di Inggris disinyalir menjadi penghubung ikatan erat antara sepakbola dan kelas pekerja. Sepak bola menjadi alat perjuangan, kolektivitas antar buruh selain tentunya menjadi hiburan kaum buruh. Sabtu-Minggu yang merupakan waktu libur kelas pekerja menjadi waktu di gelarnya pertandingan klub-klub sepakbola bahkan tradisi pertandingan setiap akhir pekan itu berlanjut terwariskan sampai dengan saat ini (walau saat ini terhenti karena pandemi covid-19).
Keterikatan erat sepakbola dan kelas pekerjapun bisa dilihat dari klub sepakbola mapan saat ini, yang didirikan oleh kolektif buruh daerahnya. Sebut saja seperti Arsenal yang didirikan oleh pegawai royal gudang senjata di London, atau West Ham united yang didirikan oleh Arnold Hills dan Dave Taylor, dan susunan pemain awal saat itu di isi oleh pekerja atau pandai besi yang berkerja di perusahaan sang pendiri, dari sini sudah jelas mengapa logo martil di emblem klub West Ham bukan hanya sebagai sekedar logo, namun menjadi identitas klub. Pun begitu dengan klub seperti Manchester United yang di didirikan oleh para pekerja Lancashire and Yorkshire Railway pada 1878, dan Liverpool sebagai yang mewakili buruh kota pelabuhan.
Bagaimana dengan klub di luar Inggris Raya? Dortmund dan Schalke menjadi resprentasi kelompok buruh dan identitasnya tak luntur sampai dengan saat ini. Borussian Dortmund, menawarkan kursi gratis kepada para pekerja baja. Pekerja baja tersebut telah berjasa dalam pembangunan klub dari mulai pembangunan stadion sampai sumbangsi terhadap saham. Selain itu jangan lupakan juga St.Pauli yang tidak hanya menjadi klub dengan identitas yang kuat, namun juga merupakan wujud sejuk dari wajah sepakbola untuk semua orang di tengah arus komersialisasi sepakbola modern saat ini.
St. Pauli yang memiliki basis suporter dari kelas buruh menerapkan demokrasi sepenuhnya dan gagasan politiknya di klub tersebut. Para pendukung St. Pauli juga selalu lantang menentang rasisme, seksisme, homofobia, dan fasisme, yang di mana bahwa faham-faham itu justru menjadi kultus di sebagian besar sepakbola Jerman penganut fasisme dan para pendukung St. Pauli menganggapnya sebagai ancaman sepakbola dunia.
Sementara itu di Negara lainnya, AC Milan di Italia, Atletico Madrid, Athletic Bilbao di Spanyol, dan Boca Juniors di Argentina, semuanya adalah representasi romantika klub kelas pekerja yang sama-sama lahir dari, oleh, dan untuk kelas pekerja.
Bagitu pula di Brazil, negara yang di kenal dengan permainan indah dengan pemain-pemain berbakat yang tak ada habisnya. Keindahan permainan negeri samba ini tidak hadir begitu saja, diperkenalkan oleh sosok terpelajar bernama Charles Miller yang kemudian populer di kalangan buruh sampai sepak bola pada akhirnya dibesarkan juga oleh kalangan buruh. Klub besar brazil Sao Palo, Corinthians dll didirikan juga oleh para buruh.
Di indonesia sendiri peran buruh dalam sepakbola terdeteksi, walau belum secara terperinci, namun Dalam buku “The Communist Uprising of 1926-1927 in Indonesia” karya Harry J. Benda dan Ruth McVey, yang disadur Zen RS, diceritakan soal buruh dan sepak bola.
Disebutkan bahwa sekitar tahun 1927, berdiri sebuah kesebelasan bernama LONA. Markas mereka berada di Pasar Pariaman, Sumatera Barat. Selanjutnya, sepak bola dan kaum buruh begitu erat kaitannya ketika era kompetisi Liga Sepak bola Utama (Galatama) dihelat pada 1979. Klub-klub yang berbasis industri seperti Semen Padang FC, Petrokimia, atau Pardedetex, Barito Putera, memakai para pekerjanya untuk menjadi line up tim.
Sepak bola tidak akan pernah bisa dilepaskan dengan kelas buruh. Dimanapun dan disisi apapun kelas buruh mempunyai peran dalam sepak bola. Mulai dari penggerak dengan menyumbang pemain-pemain, pelatih-pelatih berbakat di setiap generasinya, sampai penggerak disisi penonton. Jangan lupakan juga seluruh peralatannya. Bola, sepatu yang digunakan dalam baik dalam pertandingan kelas dunia sampai sepakbola jalanan diproduksi oleh buruh dan anak-anak dunia ketiga.
Jadi, jasa kelas buruh dalam sepabola sangat besar, walau kini terlihat ironi dengan kesejahteraan buruhnya yang masih ada dalam keadaan belum layak bahkan terpinggirkan.
Maka dari itu saatnya kita memberikan dukungan terhadap buruh di seluruh dunia seperti kita mendukung klub kebanggaan kita. Karena dukungan terhadap buruh bisa menjadi dukungan untuk seluruh tribun serta kesebelasan dukunganmu.
Selamat hari buruh!